Bandara Adalah Etalase Budaya Bangsa
|Bandara adalah etalase budaya bangsa. Baik buruknya pandangan dunia internasional terhadap harkat martabat suatu bangsa berbanding lurus dengan pelayanan di bandara. Para turis seharusnya mendapat pelayanan prima ketika pertama kali menginjakkan kakinya di suatu negara yang dikunjunginya. Kesan pertama ini akan menjadi kenangan indah atau kenangan pahit tergantung dengan kualitas petugas di bandara dalam menjalankan tugasnya.
Apabila kesan pertama pelayanan di bandara baik, maka para pelancong itu akan menganggap bahwa pelayanan selanjutnya diseluruh kawasan negeri itu pasti lebih baik. Namun apabila pelayanan di bandara (sebagai etalase bangsa) buruk, maka para turis itu sudah siap mental akan mendapat pelayanan yang lebih buruk lagi di taxi, hotel dan diseluruh pelayanan negeri itu.
Oleh karena itu, beberapa negara yang sangat mengandalkan sektor pariwisata di negerinya sangat memperhatikan profesionalizm pelayanan di bandara. Para pelancong adalah iklan berjalan, mereka akan memberikan rekomendasi kepada rekan rekannya untuk datang ke suatu tujuan wisata, karena merasa puas dan nyaman berwisata ke negeri itu. Sebaliknya para turis itu akan kapok datang kesuatu negeri apabila pelayanan di bandara tidak profesional. Para pelancong merasa ke “kerjai” sehingga mendapatkan kesan buruk. Walaupun potensi wisata di negeri itu sangat menggiurkan namun tetap saja tidak dapat mengobati rasa kecewa para turis. Dalam kondisi seperti ini tidak bisa dihindarkan apabila negara tersebut telah mendapatkan bendera hitam dari para turis akibat kecewaan yang mendalam. Patut dicatat kondisi ini juga berupa iklan berjalan.
Tempatkan orang terbaik
Mengingat pentingnya peran bandara dalam menjaga nama baik bangsa, maka seharusnya Pemerintah menempatkan orang orang terbaik di bandara. Sikap petugas harus ramah namun tegas menunjukkan profesional pelayanan. Sitem dan mekanisme pelayanan di bandara tentulah sudah standard internasional, namun tanpa di awaki oleh petugas yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka sistem itu hanya menjadi seonggok barang rongsokan.
Pengalaman bertugas di manca negara terutama ketika baru turun dari pesawat dan kontak dengan pelayanan bandara sungguhlah sangat beragam. Bandara Thailand termasuk yang terbaik dalam memberikan pelayanan, para tamu merasa nyaman dan terkesan atas keramahan dan kelugasan petugas imigrasi. Saya merasa terkejut ketika di bandara Wimbledon disambut dengan petugas yang didampingi anjing pelacak. Demikianpula ketika turun di bandara Changi Singapura, petugas berseragam lengkap perang dengan senapan laras panjang berkeliaran dimana mana.
Di Bandara Eropa pelayanan bandara terlihat lebih smart dan tidak berbelit belit, Sangat kontras bila dibandingkan dengan pelayanan bandara di kawasan Timur Tengah yang sok curiga terhadap setiap pendatang. Bandara Hongkong dengan kesibukan luar biasa nampaknya menggunakan teknologi canggih dalam mengawasi arus keluar masuk para turis, termasuk barang bawaannya. Kami pernah dibawa berkeliling meninjau sistem pengamana bandara Hongkong. Setiap sudut bandara termonitor dengan CCTV, kalaulah ada sesuatu yang mencurigakan petugas tidak secara demonstratif menangkap sang terduga. Petugas menandai dan mengikuti oknum tersebut dan kemudian di”ambil” tanpa menimbulkan kehebohan dianatara turis.
Bandara Sukarno Hatta kelihatannya harus banyak belajar ramah kepada para pendatang. Pengalaman buruk turis sering kita dengar ketika menghadapi pelayanan yang tidak profesional. Malah para TKI yang baru mudik merasa stress ketika turun di bandara Soekarno Hatta. Kejadian yang berulang ulang dialami para turis semua bermuara kepada penempatan petugas yang tidak mampu memberikan pelayanan prima, disamping pengawasan sang penguasa bandara yang tidak sepenuh hati kepada anak buahnya.
Sumber : Kompasiana (Thamrin Dahlan)